Begini Seharusnya Bergaul di Media dan Era Digital

Begini Seharusnya Bergaul di Media dan Era Digital

Oleh | Jum'at, 25 September 2015 11:52 WIB | 2.550 Views

Hidup tanpa Gadget? Hmmmm bisa? Yakin bisa? Cukuplah barang beberapa hari saja tanpa gadget di tangan anda, tidak usah berbulan-bulan, apa masih sanggup? . Ini ternyata bukan sekedar sanggup atau tidak, tapi gadget memang menjadi sebuah kebutuhan, walaupun untuk sebagian orang tidak terlalu menjadi sebuah kebutuhan, tapi sekedar trend atau juga gaya.

Tahukah Anda? Data dari Kementrian Komunikasi dan Informatika serta We Are Social menunjukan bahwa:

  • Sepertiga penduduk Indonesia adalah pengguna internet.
  • Mayoritas pengguna internet tersebut adalah penduduk usia 15 – 29 tahun.
  • 98% dari pengguna internet tersebut memiliki setidaknya satu akun media sosial.

Fakta menarik di atas menjadi pembuka dalam salah satu presentasi pada kelas Digital Media yang diadakan oleh Swaragama Training Center (STC) bekerja sama dengan pers mahasiswa Balairung UGM. Kelas gratisan ini diadakan pada 28 Februari 2015 di Jogja Digital Valley, Jalan Kartini No. 7 Sagan, Yogyakarta. Ada tiga pembicara yang hadir mengisi kelas tersebut, yaitu Saga Iqranegara (Jogja Digital Valley), Andin Rahmana (Digital Media Swaragama FM), dan Arlian Buana (Editor in Chief Mojok.co).  (Sumber : Artikel Kampus)

Seminar “Web Optimization” oleh adisumaryadi.net di Universitas Komputer Indonesia beberapa waktu lalu menyajikan materi yang bukan sekedar textbook apa itu web optimization tetapi lebih ke pengetahuan bagaimana kita hidup di dunia nyata dan di era digital.

"Jadi ikut seminar bareng Aa? Memangnya tertarik dengan temanya? tanya Adi. Beliau adalah salah satu pemateri dalam seminar tersebut sekaligus teman hidup** cieeee. Hmm… dorongan utama saya mengikuti seminar ini adalah karena temanya sangat relevan dengan minat pribadi dan bidang lain yang saat ini menjadi passion saya.  Menurut saya siapapun yang tengah hidup di “era digital” perlu mengetahui hal berbau teknologi, minimal standar pengetahuan tentang bagaimana membuat akun media sosial.

Selain itu saya pribadi memiliki ketertarikan terhadap dunia digital dan bagaimana memanfaatkannya untuk memengaruhi (dalam artian positif) orang lain. Saya adalah pengguna aktif media digital. Saya mengelola blog dan beberapa akun media sosial pribadi (Facebook, Twitter, dan Instagram) yang secara rutin saya perbarui kontennya.

Secara umum, media digital terdiri dari dua aspek, yaitu jaringan dan informasi. Jaringan adalah bagaimana satu pihak/sistem terhubung satu sama lain (misalnya si A terhubung dengan si B melalui Facebook, atau konten blog kita terhubung dengan Facebook), sedangkan informasi adalah konten yang disampaikan melalui jaringan tersebut.

Hal yang penting untuk disadari adalah bahwa dunia digital tak melulu tentang diri kita sendiri. Hal yang menarik dari ulasan artikel yang pernah saya baca yaitu  dalam presentasinya Andin Rahmana berpesan bahwa dalam bergaul di media digital kita harus menjadi manusia (be human). Ini berarti bahwa sebagai manusia yang merupakan makhluk sosial, konten yang kita buat sebisa mungkin dapat dibagikan untuk sesama. Misalnya saja, kalau foto selfie setiap hari, apakah layak untuk dibagikan? Kalau statusnya hanya membicarakan diri sendiri, apakah audiens tidak bosan? Selebriti dan tokoh publik pun banyak yang tak hanya membicarakan diri sendiri lho. Misalnya Nadine Chandrawinata yang giat berkampanye tentang menjaga laut atau Dewi Lestari yang berbagi mengenai berbagai charity.

Dalam bergaul di media digital, penting juga untuk memerhatikan 3K, yaitu konten (apa yang dibagikan), konteks (dalam kaidah apa konten tersebut dibagikan), dan konsisten .Prinsip 3K sangat relevan baik dalam mengelola akun pribadi maupun akun resmi (perusahaan, organisasi, produk, dll.  Terutama dalam mengelola akun resmi, konten yang akan dibagikan perlu digodok dengan matang. Dengan materi yang sama, cara mengemas dan membagikan suatu konten bisa jadi berbeda antara akun pribadi dan akun resmi. Ini dinamakan konteks. Pada akun pribadi, kita lebih leluasa menyampaikan suatu informasi dengan gaya bahasa kita. Sedangkan untuk akun resmi, kita perlu merujuk kepada identitas produk atau organisasi dan siapa audiensnya. Apakah bahasanya sesuai? Jangan sampai produk untuk kalangan menengah ke atas disampaikan dengan gaya yang terlalu seperti anak remaja atau malah alay.

Selain itu, konsistensi sangatlah penting. Konsistensi ini bisa dalam hal topik yang disampaikan, isu yang dikampanyekan, sampai intensitas publikasi di suatu media digital. Misalnya, jika kita mengelola Facebook Page suatu produk, lebih baik kita memublikasikan satu konten per hari selama lima hari berturut-turut daripada langsung lima konten dalam satu hari namun selama empat hari ke depan tidak ada publikasi sama sekali. Apalagi bagi yang telah memiliki web, 3K ini sangat penting dalam membuat website lebih menggoda, aman dan berharga.

Berbicara mengenai konten, ada  empat kriteria  yang sebaiknya dipenuhi:

  1. Great –> Konten harus lebih dari sekadar bagus. Usahakan untuk tidak memublikasikan konten yang sudah diketahui banyak orang dan tidak memiliki nilai berita/informasi.
  2. Shareable –> Konten yang great tadi nantinya akan membuat orang tertarik dan merasa informasi tersebut layak untuk dibagikan kepada orang lain. Dengan demikian, akan lebih banyak orang yang mengetahui media dan produk tersebut.
  3. Be them –> Posisikan kita ada di pihak audiens, misalnya dengan menyesuaikan gaya bahasa.
  4. Interactive –> Ciptakan ruang untuk diskusi, misalnya dengan merespon komentar yang ada. Selain itu, bisa juga dengan menambahkan pertanyaan di akhir konten yang bersifat meminta audiens untuk berbagi pengalaman atau memberi masukan.

Di antara beberapa materi dalam kelas tersebut, ada beberapa tips dari Andin yang saya catat terkait bagaimana memanfaatkan media ditigal. Selain berbahasa dengan baik dan mengoptimalkan key opinion leader, yang terpenting dalam bergaul di media digital adalah bersosialisasi. “Jadilah manusia,” kata Andin mengulang kembali apa yang ia sampaikan di awal presentasinya.

Terlepas dari banyak keunikannya, media digital tak berbeda dengan dunia nyata. Media digital – termasuk media sosial yang sangat akrab dengan keseharian kita saat ini – berisi kumpulan manusia dengan segala interaksinya. Kita saling menyapa, memberi komentar, berdiskusi, berkegiatan ekonomi (memasarkan produk, jual-beli), belajar, bertukar informasi, dan berbagai kegiatan lainnya. Oleh karenanya, tidak ada alasan interaksi di media digital tidak mengindahkan etika yang berlaku pada keseharian kita pada umumnya.

Yuk bergaul dengan cerdas dan santun! :)

Source image  : dtc-wsuv.org

 


Baca Full Text (PDF) Diary Siti Salamah Azzahra






Inspirasi Lainnya
Daffa Nurdiansyah, Penulis Muda dengan 20 Judul Buku yang Sangat Inspiratif
Senin, 25 Juli 2022 14:49 WIB
Daffa Nurdiansyah, Penulis Muda dengan 20 Judul Buku yang Sangat Inspiratif
Daffa Nurdiansyah menjadi salah satu bintang tamu yang diundang pada acara KICK ANDY SHOW Metro TV pada minggu (24/07/2022) karena prestasinya, di usia yang masih sangat belia, Putra dari Nurwahidin dan Mardiana ini sukses menulis 20 judul buku. MasyaAllah.
Kisah Bolu Pisang dan Es Krim
Selasa, 18 Februari 2020 19:01 WIB
Kisah Bolu Pisang dan Es Krim
Sejak pulang sekolah ia selalu saja menagih janjiku. Mana kutahu bila si sulung yang baru kelas dua SD akan meraih ranking satu, pikirku saat berjanji paling dia hanya akan masuk sepuluh besar saja seperti biasa.
Ketika Ucapan "Terima Kasih Banyak" Sudah Jarang Terdengar
Minggu, 18 Maret 2018 03:17 WIB
Ketika Ucapan "Terima Kasih Banyak" Sudah Jarang Terdengar
Jaman milenial saat ini memang segalanya seperti berubah, mulai dari kebiasaan orang menggunakan alat bantu yang dulu sederhana sekarang diganti dengan peralatan canggih sampai-sampai kebiasaan dalam pergaulan.
Nasionalisme Kuda Pustaka
Jum'at, 30 September 2016 09:57 WIB
Nasionalisme Kuda Pustaka
Sudah lebih dari setengah abad Indonesia merdeka, Indonesia yang kala itu hidup dalam penjajahan kini tak lagi dijajah dan dapat hidup dengan tenang. Tugas generasi sekarang adalah dengan mengisi kemerdekaan dengan berbagai kegiatan pengganti mengangkat senjata seperti para pejuang dulu. Mengisi kemerdekaan ternyata bukan hal yang mudah juga